Rupa-Rupa Nusantara: Sambal Terasi, Sambal Dabu-dabu & Sambal Matah

Rupa-Rupa Nusantara: Sambal Terasi, Sambal Dabu-dabu & Sambal Matah – Karena relatif agak jarang menulis mengenai healthy life, terbersit di pikiran saya untuk lebih banyak menulis mengenai masakan di blog ini. Setelah menulis tentang resep ayam ungkep dan roti greek yogurt, datanglah tantangan blogging level up bertema Nusantara

Sepertinya seru untuk menulis mengenai Nusantara dalam seri Rupa-Rupa Nusantara. Saya nggak tahu apakah akan selalu menulis mengenai makanan. Sehingga serinya dinamakan Rupa-Rupa Nusantara. Tapi mungkin saja di seri lain saya bisa menulis mengenai topik lain selain makanan.

Lupakan dulu mengenai usaha diet. Kali ini saya mau menulis mengenai berbagai sambal yang familiar untuk saya. Ada sambal terasi, sambal dabu-dabu dan sambal matah. Pertama-tama yuk bahas mengenai sambal secara umum dulu.

Semua Suka Sambal?

Salah satu makanan pelengkap yang biasanya selalu ada di hidangan nusantara adalah sambal. Sambal sering dijadikan andalan sebagai penambah nafsu makan. Di dalam jamuan makanan Indonesia, sepertinya kurang sempurna tanpa kehadiran sambal.

Sebagai seseorang yang awalnya nggak suka efek pedas, dulu saya ngerasa sambal itu intimidating. Melihat warna merah di tampilannya dan kesan ‘panas’ bahkan bisa buat berlinang air mata bikin saya ogah icip-icip. Di rumah kecil, ngga ada sambal yang pedasnya parah. 

Sampai akhirnya saya menikah dengan paksu yang sangat suka makanan pedas. Benar-benar tiap makan berat, sukanya ada sambal atau bumbu pedas. Dan sukanya makanan rumah. Jadinya mau nggak mau saya harus berkawan dengan cabai. 

Menurut bahasa, sambal berasal dari kata serapan bahasa Jawa kuno yaitu sambĕl. Artinya dihancurkan atau dilumatkan. Ini karena proses pembuatan cabai dan rempah yang dihancurkan.

I think we can agree kalau orang Indonesia umumnya suka sambal. Bahkan ada saudara yang tinggal di luar negri yang bilang bahwa sambal Indonesia itu nampol banget. Sehingga kalau makan makanan pedas di luar negri itu jadinya berasa plain atau ngga sesuai klaimnya (tapi saudara saya ini emang doyan pedas juga sih). 

Seenggak-enggaknya ada 3 sambal yang akrab di telinga saya. Sebenarnya ada sih sambal-sambal lain tapi ketiga ini yang paling familiar:

Sambal Terasi

Lately, saya sering membuat sambal terasi. Awalnya bukan karena saya suka. Tapi karena permintaan. 

Awal menikah saya buat sambal ini dengan terasi kemasan yang berbentuk kotak kecil. Tapi menurut paksu rasanya ngga begitu enak. Akhirnya saya ngga buat lagi. Sambal terasi sachet atau kemasan botol yang dibeli di toko pun pernah coba beli. Tapi lagi-lagi kata yang suka pedas, ngga enak. 

Mungkin karena cari variasi, mulai buat lagi sambal terasi. Kali ini pakai terasi berbentuk bulat. Yang ini suka banget si paksu.

Akhirnya sejak sebelum bulan puasa lalu jadi selalu stok sambal terasi. Ternyata sedap juga ya setelah dicoba (kok jadi memuji masakan sendiri). Karena rasa sambal terasi nggak harus pedas banget agar enak. Di lidah juga terasa gurih namun tidak berlebihan.

Setelah ditelusuri ternyata sejarah sambal terasi cukup jauh ya. Sambal terasi sangat populer dan dikenal berasal dari Jawa. Wikipedia menyebutkan sambal ini berasal dari Cirebon. Khasnya adalah menggunakan terasi, yang merupakan fermentasi dari udang atau ikan. Saya menelusuri sejarahnya dan menemukan seperti ini:

“..dilansir dari buku Makanan Tradisional Indonesia oleh Eni Harmayani, Umar Santoso, dan Murdijati Gardjito, Menurut Sejarah, terasi ditemukan pada abad ke-14. Kerajaan Pajajaran yang pada waktu itu dipimpin oleh Prabu Siliwangi mendengar bahwa pedukuhan Lemah Wungkuk yang warganya berkebun serta menangkap ikan dan rebon.

“Karena wilayah tersebut masih dalam kekuasaannya, Sang Prabu segera mengutus seseorang untuk meminta upeti terhadap pedukuhan tersebut. Ternyata Sang Prabu sangat suka terhadap hasil nelayan dan meminta agar setiap tahun pedukuhan tersebut harus membayar upeti dengan sepikul bubukan rebon yang sudah halus dalam bentuk gelondongan.

“Dalam Bahasa setempat kata ‘sangat suka’ disebut sebagai ‘terasih’, dari situ akhirnya nama bubukan rebon yang halus dan berbentuk gelondong disebut sebagai terasi.” sumber: detik

Ada juga sambal dari restoran yang terkenal dengan keberagaman sambalnya punya menu sambal terasi hijau. Wah mantep banget deh, aku suka nyambalnya (juga gara-gara paksu doyan pesan). Ya, sambal terasi memang khas sekali di lidah.

Sambal Dabu-Dabu

Saya suka teringat dengan ‘kenalan’ pertama saya dengan sambal Indonesia. Bukanlah sambal mainstream seperti sambal terasi atau sambal bawang.

Melainkan sambal dabu-dabu. Malah karena sambal dabu-dabu, imej sambal itu pedasnya bisa bikin sampai nangis jadi runtuh. 

Sambal dabu-dabu dikenal sebagai sambal khas Manado, Sulawesi Utara. Sebenarnya memang dabu-dabu itu artinya sambal. Sehingga banyak orang mengira sambal dabu-dabu asalnya dari Manado. 

Dulu kakak saya sering membuatkan karena mudah dibuat. Juga sangat biasa disandingkan dengan hidangan ikan laut.

Isinya pun sederhana dan bahkan ngga begitu pedas. Di rumah saya dulu, kakak biasa membuat isiannya lebih banyak tomat dan bawang. Juga memakai minyak goreng bekas menggoreng ikan. Karena kesederhanaannya itu dan dipadukan dengan ikan segar, wah lezat banget rasanya.

Karena semangat menulis mengenai sambal dabu-dabu, saya coba buat. Karena memang cukup sederhana kok. Mirip dengan sambal matah dari Bali, namun tanpa sereh dan menggunakan tomat.  

Ternyata sambal dabu-dabu juga nggak cuma 1 jenis. Ada 4 resep sambal dabu-dabu:

  1. Dabu-dabu Ilang
  2. Dabu-dabu Terasi
  3. Dabu-dabu Cakalang
  4. Dabu-dabu Roa

Sambal Matah 

sumber foto: Segari

Karena pernah pesan makanan ayam goreng dan sambal matah dari restoran seorang artis terkenal (jaman restoran artis-artis booming dimana-mana), saya jadi suka dengan sambal matah. Jadi mau coba buat sendiri.

Bukan cuma mudah dibuatnya tapi juga aromanya juga harum. Tadinya sebelum suka buat sambal terasi, saya suka buat sambal matah. Soalnya praktis dan bahannya mudah didapat.

Sambal matah sendiri berasal dari kepulauan Bali. Nama ‘matah’ diambil dari bahasa Bali yang artinya mentah. Khas sambal matah adalah cabai dan bawang yang dipotong-potong, kemudian disiram minyak goreng panas bersama potongan rempah. Juga memakai jeruk limau Bali (tapi saya kadang-kadang aja pakai jeruk nipis, ngga sampai pakai limau Bali juga).

“Sambal matah merupakan warisan budaya dari 13 puri di kerajaan Bali. Secara turun menurun sambal matah telah diwarisi dan mudah ditemui pada wilayah Bali, terutama saat sedang menikmati kuliner makanan Bali.”

“Masyarakat Bali biasa membuat sambal matah untuk pelengkap makanan, seperti sate lilit, tum ayam, pepes ikan, ayam bakar, urap, lawar, udang bumbu bali, ares, telur, dan lainnya.” Antara

Saya suka sambal ini memakai potongan sereh, yang membuat sambal ini harum ketika disiram minyak panas. Selain itu yang membuat sambal matah makin enak adalah memakai penyedap makanan selain dari garam. 

Kurangnya adalah sepertinya saya belum pernah makan sambal matah Bali asli. Dulu waktu kecil pernah ke Bali. Tapi namanya masih usia sekolah dasar dan lagi ngga suka pedas, jadinya kecil kemungkinan pernah icip sambal di Bali.

Kesimpulan

Sambal terasi, sambal dabu-dabu dan sambal matah adalah tiga sambal Indonesia yang sama-sama enak. Semua punya karakteristik masing-masing. Kalau disuruh memilih yang mana yang favorit, rasanya nggak ada sih. Lagipula, beberapa sambal lebih cocok dipadukan ke menu tertentu.

Apa kamu punya sambal favorit? Atau apa pendapatmu mengenai sambal Indonesia, atau sambal-sambal yang saya sebut di atas? Silahkan ikut ngobrol dan bagikan di kolom komentar ya. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *